Pengantar
Telah diketahui bahwa salah satu murid Imam Ghazali RA yang mendapatkan banyak manfaat pengetahuan ilmu rohaniah dari beliau selama bertahun-tahun punya pikiran dalam hatinya. Ia berpikir betapa ia telah menghabiskan banyak waktu belajar dari Imam Ghazali, mempelajari bermacam cabang ilmu agama dan banyak berkorban sampai akhir. Meski begitu ia masih belum tahu cabang pengetahuan manakah di antara cabang ilmu-ilmu yang telah ia pelajari itu yang akan sungguh membantunya menerangi jalan hingga ke liang kubur, dan akan bermanfaat baginya hingga hari kamat, dan manakah cabang pengetahuan yang tidak akan bermanfaat baginya di hari kiamat, sehingga ia bisa menjauhi cabang pengetahuan itu, karena Rasulullah SAW pernah bersabda, “Aku berlindung kepada Allah dari pengetahuan yang tiada berguna.”
Murid Imam Al Ghazali ini terus memikirkan hadits ini selama beberapa hari, lalu menulis sepucuk surat kepada Imam Al Ghazali, dengan harapan agar mendapatkan jawaban atas dilemanya itu, beserta sejumlah pertanyaan lain. Lebih lanjut ia meminta dalam suratnya kepada Imam Al Ghazali agar memberinya sejumlah nasihat dan mengajarinya satu doa agar selalu bisa ia ingat dan bacakan. Ia menulis dalam suratnya bahwa meski Imam Al Ghazali punya banyak kitab seperti Ihya’ Ulumuddin, Kimiya As-Sa’adah, Jawahirul Qur’an, Arba’in, Minhajul Abidin Ila Jannatu Rabul, ia masih membutuhkan sesuatu yang bisa selalu ia pelajari dan selalu bisa ia jadikan rujukan. Sebagai balasan, Imam AL Ghazali menulis kepadanya nasihat-nasihat berikut.
Wahai Anakku
Dengan nama Allah yang Maha pengasih dan penyayang. Puji bagi Allah Rabb semesta alam dan akhirat. Shalawat dan salam selalu tertuju kepada Nabi kita Muhammad beserta segenap keluarganya.
Ketahuilah bahwa salah seorang murid mengabdikan diri melayani gurunya, sang Imam, perhiasan agama dan hujjah Islam, Abu Hamid ibn Muhammad al Ghazali (semoga Tuhan memuliakan jiwanya) dan menyibukkan diri dengan pemerolehan dan studi pengetahuan di bawah arahannya, sampai ia menguasai secara rinci ilmu-ilmu sains dan menggapai kualitas jiwa. Lalu suatu hari ia meninjau situasinya, dan terpikir olehnya: Aku telah mempelajari bermacam ilmu kehidupan dan telah menghabiskan hidupku menelaah dan menguasai semua ilmu itu. Kini aku harus menemukan yang manakah ilmu yang akan berguna di masa depan, untuk kubawa mati masuk ke liang kubur, dan manakah ilmu yang tidak berguna bagiku, sehingga aku bisa menyisihkannya. Sebagaimana sabda Nabi SAW: Yaa Allah, aku berlindung kepadaMu dari pengetahuan yang tidak berguna.
Pikiran terus bertahan sampai pada titik bahwa ia menulis kepada guru yang terhormat, hujjah Islam, Muhammad Al Ghazali (semoga Allah memuliakannya) mencari arahan, meski karya sang guru seperti Ihya’ Ulumuddin dan yang lain-lain mengandung jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku, apa yang kuinginkan adalah agar sang guru menuliskan apa yang kuinginkan dalam beberapa halaman saja untuk menjadi bersamaku sampai akhir hayat, dan oleh karena itu aku akan bersikap untuk menyesuaikan diri dengan apa yang ada di dalamnya selama Allah menghendaki. Maka sang guru menulis pesan ini sebagai reaksinya, dan hanya Tuhan yang tahu yang terbaik.
* * *
Ketahuilah, O murid terkasih dan budiman, semoga Allah memanjangkan hari-harimu dalam ketaatan kepadaNya dan semoga Ia memperjalankan engkau di atas jalan orang-orang yang Ia ridhai. Nasihat umum itu dikutip dari junjungan kita Rasulullah. Jika kau mendengarnya maka katakan padaku apa yang telah kau dapatkan di tahun-tahun yang telah lalu.
* * *
O anakku, renungkanlah apa yang dinasihatkan Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya, ‘pertanda seseorang menjauh dari Tuhan adalah bahwa ia selalu menyibukkan diri dengan apa yang bukan menjadi urusannya, dan jika satu jam hidup manusia ia tidak melakukan apa pun yang menjelaskan kenyataan bahwa ia diciptakan untuk beribadah, maka sudah selayaknya bahwa penderitaannya akan berumur panjang. Siapa pun yang melewati usia empat puluh tanpa sanggup menempatkan ilmu di atas hawa nafsunya maka ia harus bersiap menghadapi api neraka. Nasihat ini sudah cukup bagi mereka yang berilmu.
* * *
O anakku, nasihat itu mudah. Apa yang sukar adalah menerimanya, karena ini pahit rasanya bagi mereka yang mengejar kesenangan sesaat, karena hal-hal terlarang banyak disukai dan menarik hati. Ini terutama bagi siapa saja pelajar ilmu keduniaan pada umumnya, yang sibuk memuas-muaskan hawa nafsu dan kesuksesan duniawi, karena ia mengira bahwa pengetahuannya sematalah yang akan menjadi penyelamatnya dan bahwa di sinilah letak penebusannya, dan bahwa inilah yang memang harus dilakukannya, dan begitulah keyakinan para filsuf. Terpujilah Tuhan yang Maha Tinggi. Orang-orang bodoh tapi congkak ini tidaklah tahu bahwa ketika ia mendapatkan pengetahuannya, jika ia tidak bertindak dengan kekuatan ilmu itu, bukti untuk memberatkannya akan menjadi tegas, sebagaimana sabda Rasulullah, “Orang yang menerima hukuman paling berat di hari pembalasan adalah seorang ilmuwan yang tidak memanfaatkan ilmunya.’
Konon Junaid RA pernah terlihat di dalam mimpi seseorang setelah ia mati, dan bertanya, “bagaimana kabar Abu Qasim?” Ia berkata, “pertanyaan itu sama sekali ditujukan pada orang yang salah. Tak ada manfaat bisa kuberikan kecuali beberapa rakaat salat malam.”