Sang Penguasa Bab 1

SURAT PERSEMBAHAN
Niccolò Machiavelli kepada Lorenzo de’ Medici Yang Agung1

Sudah menjadi kebiasaan bagi mereka yang ingin memenangkan hati seorang penguasa untuk menghadiahkan kepadanya barang kepunyaan mereka yang paling berharga atau barang yang mereka ketahui paling disukai oleh sang penguasa. Demikianlah, kita sering melihat penguasa diberi kuda, senjata, jubah kain emas, batu mulia, dan perhiasan semacam itu yang sesuai dengan kebesarannya. Sekarang saya ingin mempersembahkan diri dengan suatu bukti pengabdian saya kepada Paduka. Namun saya belum menemukan kepunyaan saya yang paling berharga dan sangat saya cintai selain pengetahuan saya tentang rekam jejak orang-​orang besar yang saya pelajari dari pengalaman panjang atas kejadian-​kejadian pada zaman sekarang dan zaman dulu. Cukup lama saya menganalisis dan merenungkan persoalan tersebut, dan kini setelah menuliskan dalam sebuah buku kecil, saya mempersembahkannya kepada Paduka. Dan meski saya menganggap karya ini tidak layak dipersembahkan kepada Paduka, namun saya yakin bahwa Paduka akan berkenan menerimanya, karena tidak ada hadiah yang lebih besar dari saya selain sebuah sarana yang dapat membantu Paduka dalam waktu singkat memahami semua yang telah saya pelajari selama bertahun-​tahun dengan banyak kesulitan dan bahaya. Saya tidak menghiasi karya ini dengan kata-​kata yang muluk-​muluk, atau dengan kalimat-​kalimat yang rumit, atau dengan bentuk retorika atau hiasan lainnya seperti yang biasa digunakan oleh banyak penulis dalam menggambarkan dan memperindah karya-​karya mereka, karena saya berharap tidak ada yang membuat karya saya berbeda atau menyenangkan selain keragaman materi dan urgensi isinya. Saya juga tidak ingin dianggap lancang sebagai seorang pria dari kedudukan sosial yang rendah dan bawahan, telah berani mengkaji dan memberikan petunjuk tentang bagaimana para penguasa harus memerintah. Karena seperti halnya pelukis pemandangan alam menempatkan diri di dataran rendah untuk mempelajari ciri-​ciri gunung, atau sebaliknya menempatkan diri di puncak gunung untuk mempelajari ciri-​ciri dataran rendah, demikian pula, untuk mengenal baik sifat rakyat maka seseorang harus menjadi raja, dan untuk mengenal baik sifat raja maka seseorang harus menjadi rakyat biasa.

Karena itu, Paduka Yang Mulia, terimalah hadiah kecil ini sesuai dengan maksud karya ini saya persembahkan. Jika Paduka membaca dan merenungkannya secara cermat, Paduka akan menemukan di dalam tulisan ini keinginan saya yang paling tulus agar Paduka dapat mencapai keagungan yang dijanjikan oleh Nasib2 dan kecakapan Paduka sendiri. Dan jika Paduka berkenan memandang ke bawah dari takhta Paduka, Paduka akan menyadari betapa banyak saya menderita akibat kekejaman Nasib.3


I
Jenis-jenis Kerajaan dan Cara Mendirikannya

Semua negara dan wilayah kekuasaan yang telah dan terus memiliki kekuasaan atas manusia, dapat berbentuk republik atau kerajaan. Kerajaan ada yang bersifat warisan karena keluarga sang penguasa telah memerintah selama beberapa generasi, atau dapat pula berupa kerajaan baru. Kerajaan baru itu sendiri dapat berbentuk kerajaan yang benar-​benar baru, seperti Kerajaan Milan bagi Francesco Sforza, atau sebagai pelengkap yang ditambahkan ke kerajaan warisan sang penguasa yang memperolehnya, seperti Kerajaan Napoli bagi Raja Spanyol.4 Wilayah-​wilayah kekuasaan yang diperoleh dengan cara ini mungkin terbiasa diperintah oleh seorang raja atau terbiasa hidup merdeka; dan wilayah-​wilayah itu mungkin diperoleh dengan tangan orang lain atau dengan tangan sendiri, entah melalui Nasib atau melalui kecakapan.5


II
Kerajaan Warisan

Saya akan mengesampingkan pembahasan tentang negara republik, karena saya telah menguraikannya panjang lebar dalam karya lain.6 Saya hanya akan membahas kerajaan, mengikuti urutan yang telah saya sebutkan di atas, dan saya akan menguraikan bagaimana cara mengatur dan mempertahankan kerajaan ini.

Saya jelaskan bahwa bagi kerajaan warisan yang sudah terbiasa dengan pemerintahan keluarga raja mereka, kesulitan yang dihadapi jauh lebih sedikit daripada kesulitan yang dihadapi kerajaan baru, asalkan sang raja tidak melanggar kebiasaan lama dan menyesuaikan tindakannya dengan peristiwa-​peristiwa yang tak terduga. Dengan cara ini, jika sang raja memiliki kecakapan yang biasa saja, dia akan selalu dapat mempertahankan kerajaannya, kecuali jika ada kekuatan yang luar biasa dan sangat banyak yang merebutnya darinya, dan meski kerajaan itu bisa direbut darinya, dia akan memperolehnya kembali jika sang perampas melakukan suatu kesalahan sekecil apa pun.

Sebagai contoh, kita punya Adipati Ferrara7 di Italia yang mampu bertahan dari serangan Venesia pada 1484 dan serangan Paus Julius pada 1510 hanya karena kekuasaannya telah lama mapan di wilayah itu. Karena seorang raja turunan memiliki lebih sedikit alasan dan lebih sedikit kepentingan untuk menyakiti rakyatnya, wajar kalau dia lebih dicintai; dan jika dia tidak menebarkan rasa benci pada rakyat karena tindakannya yang sangat jahat, sudah selayaknya dia secara alami disukai oleh rakyat. Berkat kekuasaannya yang sudah berlangsung lama, ingatan akan perubahan dan alasan yang mendasarinya akan menjadi padam, karena suatu perubahan selalu merupakan awal perubahan lainnya.


III
Kerajaan Campuran

Namun di kerajaan baru muncul banyak kesulitan. Pertama, jika kerajaan itu tidak sepenuhnya baru tapi seperti pelengkap yang ditambahkan (sehingga kedua wilayah itu dapat disebut campuran), kesulitan yang dihadapi terutama berasal dari masalah alami yang melekat pada semua kerajaan baru: manusia dengan senang hati mengganti penguasa mereka, mengira akan mendapat yang lebih baik bagi diri mereka. Keyakinan ini mendorong mereka mengangkat senjata melawan penguasa mereka, tapi mereka membodohi diri sendiri dalam hal ini, karena kemudian mereka melihat dari pengalaman bahwa keadaan malah memburuk. Ini berasal dari kebutuhan alami dan biasa lainnya, yaitu seorang raja baru pasti selalu merugikan rakyatnya yang baru, entah karena pasukannya atau karena kerugian-​kerugian lain yang tak terhitung jumlahnya akibat penaklukan baru yang dilakukannya. Dengan demikian Anda menjadi musuh bagi semua orang yang Anda rugikan dalam menduduki kerajaan itu, dan Anda tidak dapat menjalin persahabatan dengan mereka yang membantu Anda naik ke tampuk kekuasaan, karena Anda tidak dapat memuaskan mereka seperti yang mereka harapkan. Anda juga tidak dapat menggunakan obat yang keras8 kepada mereka, sebab Anda berutang pada mereka. Karena, meski seseorang memiliki pasukan yang kuat, dia selalu membutuhkan dukungan penduduk untuk merebut suatu wilayah. Karena alasan ini, Louis XII, Raja Prancis, menduduki Milan dengan cepat tapi dengan cepat pula kehilangannya.9 Pada mulanya, pasukan Ludovico sendiri sudah cukup untuk merebut kembali Milan darinya, karena warga yang telah membuka gerbang kota bagi Raja Prancis menjadi sadar bahwa mereka tertipu dalam keyakinan mereka dan dalam perbaikan masa depan yang mereka harapkan, sehingga mereka tidak mau lagi mendukung raja baru yang keji itu.

Memang benar bahwa negara-​negara yang pernah memberontak, jika sudah direbut untuk kedua kalinya maka akan lebih sulit untuk lepas lagi; karena sang penguasa, yang mengambil keuntungan dari pemberontakan, tidak segan lagi untuk menghukum para pemberontak, menguber para tersangka, dan memperkuat wilayah-​wilayah yang rawan. Jadi, kalau gangguan di perbatasan yang dilakukan Adipati Ludovico saja sudah bisa membuat Prancis kehilangan Milan untuk pertama kali, untuk kehilangan yang kedua seluruh dunia10 harus menentangnya dan menghancurkan pasukannya atau menghalaunya dari Italia. Ini terjadi karena alasan-​alasan yang disebutkan di atas. Meski begitu, Milan direbut darinya untuk pertama dan kedua kalinya. Penjelasan umum untuk kehilangan yang pertama telah dibahas. Sekarang tinggal merinci kehilangan yang kedua, untuk meneliti langkah apa yang diambil Raja Prancis, dan langkah apa yang sebenarnya dapat diambil seorang penguasa lain dalam situasi yang sama, sehingga dapat mempertahankan kedudukannya lebih aman daripada yang dilakukan Prancis.

Saya ingin menjelaskan bahwa wilayah-​wilayah yang dikuasai itu, setelah ditaklukkan dan ditambahkan ke suatu kerajaan yang telah lama berdiri milik seseorang yang memperolehnya, bisa jadi berasal dari wilayah dan bahasa yang sama atau bisa juga tidak. Jika wilayah dan bahasanya sama maka lebih mudah untuk mempertahankannya, terutama jika mereka tidak terbiasa hidup merdeka. Agar dapat memilikinya dengan aman, cukuplah dengan menghapus garis keturunan raja yang memerintahnya. Sedangkan menyangkut hal-​hal lain, manusia akan hidup dalam kedamaian asalkan cara hidupnya yang lama dipertahankan dan tidak ada perubahan dalam adat istiadatnya. Kita telah melihat apa yang terjadi dalam kasus Burgundy, Brittany, Gascony, dan Normandy,11 yang telah lama menjadi bagian dari Prancis. Meski ada beberapa perbedaan bahasa, namun adat istiadatnya serupa, dan mereka dapat bergaul dengan mudah. Siapa pun yang menaklukkan negara-​negara ini dan ingin mempertahankannya harus mengingat dua hal: pertama, garis keluarga raja lama harus dilenyapkan; kedua, hukum dan pajak mereka tidak diubah. Akibatnya, dalam waktu yang singkat mereka akan menjadi satu tubuh dengan kerajaan yang lama.

Namun ketika wilayah-​wilayah kekuasaan diperoleh di wilayah yang tidak sama dalam hal bahasa, adat istiadat, dan lembaga, muncullah kesulitan; seseorang membutuhkan banyak keberuntungan dan usaha keras untuk mempertahankannya. Salah satu cara terbaik dan paling manjur untuk menguasainya adalah penguasa baru harus tinggal di wilayah tersebut. Ini akan membuat kepemilikan atas wilayah itu lebih aman dan lebih tahan lama; seperti yang terjadi dengan orang Turki di Yunani;12 karena terlepas dari semua metode lain yang ia gunakan untuk mempertahankan wilayah kekuasaan itu, jika dia tidak tinggal di sana, mustahil baginya untuk mempertahankannya. Dengan hadir di tempat, masalah akan mudah diketahui saat ia lahir dan dapat diatasi dengan cepat. Tapi jika sang raja jauh dari sana, masalah-​masalah akan terdengar setelah tumbuh dewasa dan tidak ada lagi obatnya. Terlebih lagi, wilayah itu tidak akan dijarah oleh para pejabat Anda sendiri; rakyat akan senang untuk meminta bantuan langsung kepada raja mereka. Dengan demikian, mereka yang ingin menjadi rakyat yang setia memiliki lebih banyak alasan untuk mencintainya, sedangkan mereka yang ingin menjadi sebaliknya, memiliki lebih banyak alasan untuk takut padanya. Siapa pun yang mungkin ingin menyerang wilayah kekuasaan itu dari luar kerajaan akan lebih ragu-​ragu; sehingga jika sang raja hadir di sana, dia dapat kehilangan wilayah kekuasaan itu hanya dengan kesulitan terbesar.

Solusi lain dan yang lebih baik adalah mendirikan koloni-​koloni di satu atau dua tempat, yang akan bertindak sebagai belenggu di negara bagian itu. Kalau tidak mendirikan koloni-​koloni, Anda harus menempatkan sejumlah besar kavaleri dan infanteri. Koloni-​koloni tidak membutuhkan banyak biaya, dan dengan sedikit atau tanpa biaya, seorang raja dapat mendirikan dan memeliharanya. Dengan melakukan itu, dia hanya merugikan mereka yang ladang dan rumahnya telah diambil dan diberikan kepada penghuni baru, yang hanya sebagian kecil dari wilayah kekuasaan itu. Mereka yang dirugikan, karena tercerai-​berai dan miskin, tidak akan pernah bisa menjadi ancaman baginya. Dan penduduk yang lainnya, di satu sisi, tetap tidak dirugikan dan mereka hidup dalam damai; di sisi lain, mereka takut membuat kesalahan karena khawatir apa yang telah terjadi pada orang-​orang yang kehilangan harta miliknya akan terjadi pula pada mereka. Saya menyimpulkan bahwa koloni-​koloni ini tidak butuh biaya besar, mereka lebih setia, tidak terlalu berbahaya, dan pihak yang dirugikan tidak bisa mendatangkan bahaya karena mereka miskin dan terpencar-​pencar (seperti yang telah saya katakan). Mengenai ini, perlu dicatat bahwa manusia harus disayang atau dilenyapkan sama sekali; karena mereka akan membalas dendam atas penderitaan-​penderitaan ringan, tapi tidak berani membalas dendam atas penderitaan-​penderitaan berat. Setiap kerugian yang ditimpakan pada seseorang haruslah dari jenis yang tak menimbulkan rasa takut akan balas dendam. Tapi dengan menempatkan pasukan di sana, bukannya koloni-​koloni, pengeluaran menjadi lebih banyak karena harus menghabiskan semua pendapatan negara itu untuk penjagaan, sehingga keuntungan berubah menjadi kerugian; dan kerusakan yang jauh lebih besar terjadi karena seluruh negara bagian dirugikan oleh pasukan yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Semua orang membenci ketidaknyamanan ini, dan semua orang menjadi musuh; ini adalah musuh-​musuh yang bisa sangat berbahaya, karena meski ditaklukkan, mereka tetap berada di kampung halaman mereka sendiri. Dalam segala hal, bentuk perlindungan seperti ini sama tidak bergunanya dengan jenis perlindungan lainnya, sedangkan kolonisasi sangat berguna.

Selain itu, siapa pun yang berada di wilayah yang tidak seperti wilayahnya dengan cara yang disebutkan di atas harus membuat dirinya menjadi pemimpin dan pembela bagi tetangganya yang lemah, dan berusaha untuk melemahkan mereka yang lebih kuat; dan dia harus cermat agar tidak ada pihak asing yang sama kuatnya dengan dirinya yang boleh masuk ke sana. Sering terjadi bahwa yang membawa pihak asing masuk adalah mereka yang merasa tidak puas, entah karena terlalu banyak ambisi atau karena ketakutan, seperti yang pernah terjadi ketika orang-​orang Aetolia membawa bangsa Romawi ke Yunani.13 Di setiap wilayah lain yang dimasuki bangsa Romawi, penduduk aslilah yang membawa mereka masuk. Lazimnya kalau orang asing yang kuat memasuki suatu wilayah, semua yang kurang kuat melekat padanya, digerakkan oleh rasa iri mereka terhadap penguasa yang memerintah mereka. Jadi, soal kekuatan yang lebih lemah ini, sang penyerbu tidak memiliki kesulitan apa pun dalam mengambil hati mereka, karena mereka semua akan segera dan dengan sukarela menjadi bagian dari negara yang telah direbutnya. Sang penyerbu hanya perlu berhati-​hati agar mereka tidak mendapat kekuatan dan otoritas militer yang terlalu banyak. Dengan kekuatan militernya sendiri dan dukungan dari mereka, dia dapat dengan mudah menjatuhkan pihak yang berkuasa, dan tetap menjadi penguasa tunggal di wilayah itu. Siapa pun yang tidak mengikuti aturan ini akan segera kehilangan apa yang telah direbutnya, dan selama dia mempertahankannya, dia akan mendapati bahwa negara itu penuh dengan kesulitan dan masalah yang tak terhingga.

Di wilayah-​wilayah yang mereka taklukan, bangsa Romawi mengikuti aturan ini dengan cermat. Mereka mendirikan koloni-​koloni, menangani pihak-​pihak yang lemah tanpa meningkatkan kekuatannya, menjatuhkan pihak-​pihak yang kuat, dan tidak membiarkan pihak asing yang kuat mendapatkan pamor di sana. Saya hanya akan mengutip wilayah Yunani sebagai contoh: bangsa Romawi menjaga Achaea dan Aetolia tetap terkendali; mereka menjatuhkan Kerajaan Macedonia;14 Antiochus diusir.15 Mereka juga tidak pernah mengizinkan Achaea atau Aetolia untuk memperluas wilayah mereka, meski mereka berjasa. Bujukan Raja Philip dari Macedonia juga tidak pernah meyakinkan mereka untuk menjadikannya sebagai sekutu tanpa terlebih dahulu menghancurkannya. Dan meski Antiochus memiliki kekuasaan, dia tak pernah diberi wewenang memerintah wilayah itu.

Demikianlah bangsa Romawi dalam hal ini melakukan apa yang harus dilakukan oleh semua raja yang bijaksana: mereka waspada tidak hanya terhadap bahaya yang ada tapi juga terhadap gangguan di masa depan, dan berusaha mengambil langkah untuk mencegahnya. Sekali keburukan-​keburukan dikenali sebelum terjadi, ia dapat disembuhkan dengan mudah; tapi jika Anda menunggu hingga ia terjadi, pengobatannya akan terlambat, karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Apa yang dikatakan dokter tentang penyakit tuberkulosis16 berlaku di sini: bahwa pada awalnya, penyakit seperti itu mudah disembuhkan tapi sulit didiagnosis; tapi seiring berjalannya waktu, karena tidak dikenali atau diobati sejak awal, penyakit ini menjadi mudah untuk didiagnosis tapi sulit untuk disembuhkan. Hal yang sama terjadi pula dalam urusan-​urusan kerajaan; dengan mengenali keburukan-​keburukan sebelum terjadi (kecakapan yang hanya dimiliki oleh penguasa yang bijaksana), ia dapat disembuhkan dengan cepat; tapi ketika ia tidak dikenali dan dibiarkan tumbuh sedemikian rupa sampai semua orang mengenalinya, obatnya tidak ada lagi.

Jadi, dengan mengenali bahaya sejak jauh-​jauh hari, bangsa Romawi selalu menemukan obat untuknya; dan mereka tidak pernah membiarkan bahaya itu berkembang demi menghindari perang, karena mereka tahu bahwa perang tidak dapat dihindari, tapi hanya dapat ditunda untuk keuntungan pihak lain. Karena itu, mereka mengambil keputusan berperang dengan Filipus dan Antiochus di Yunani supaya tidak harus menghadapi mereka di Italia. Pada waktu itu, mereka bisa saja menghindari perang tersebut, tapi mereka tidak mau melakukannya. Mereka juga tidak pernah menyetujui apa yang selalu kita dengar dari mulut orang bijak sekarang ini—untuk menuai manfaat dari waktu. Sebaliknya, mereka menuai manfaat dari kecakapan dan kehati-​hatian mereka; karena waktu membawa serta segala sesuatu, dan ia dapat membawa serta yang baik sekaligus yang buruk, dan yang buruk sekaligus yang baik.

Namun mari kita kembali ke Prancis dan mengamati apakah ia melakukan hal-​hal yang baru saja kita sebutkan. Saya akan berbicara tentang Louis dan bukan tentang Charles;17 sebab karier Louis bisa dipelajari lebih baik karena dia mempertahankan kekuasaan di Italia untuk jangka waktu yang lebih lama. Anda akan mendapati bahwa dia melakukan kebalikan dari hal-​hal yang harus dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan di wilayah yang memiliki adat istiadat, bahasa, dan lembaga yang heterogen. Raja Louis dibawa masuk ke Italia karena ambisi orang-​orang Venesia,18 yang dengan kedatangannya ingin memperoleh setengah dari Lombardy bagi mereka sendiri. Saya tidak ingin mengkritik keputusan yang dibuat Raja Louis.

Raja Louis ingin mendirikan kekuasaan pertama di Italia, tapi dia tidak memiliki sekutu di wilayah ini, dan lebih jauh lagi, karena semua gerbang tertutup baginya akibat tindakan Raja Charles,19 dia terpaksa membentuk aliansi apa pun yang bisa dia lakukan. Keputusan bijak ini akan berhasil seandainya dia tidak melakukan kesalahan dalam hal lain. Setelah merebut Lombardy, Raja Louis segera mendapatkan kembali reputasinya yang telah hilang karena Charles: Genoa menyerah; Florence menjadi sekutunya;20 Marquis dari Mantua, Adipati Ferrara, Bentivoglios, Adipati Putri Forlì, para penguasa dari Faenza, Rimini, Pesaro, Camerino, dan Piombino, serta orang-​orang Lucca, Pisa, dan Siena, semuanya bergegas untuk menjadi sekutunya.21 Pada titik ini orang-​orang Venesia dapat memahami kecerobohan keputusan yang telah mereka buat. Untuk memperoleh dua kota di Lombardy, mereka telah menjadikan Raja Louis sebagai penguasa dua pertiga Italia.

Kini bayangkanlah, betapa Raja Louis mungkin dapat mempertahankan reputasinya di Italia seandainya dia mengikuti aturan-​aturan yang disebutkan di atas dan mengamankan serta membela semua sekutunya. Para sekutu ini, yang banyak tapi lemah dan takut—sebagian takut pada Gereja, yang lain takut pada Venesia—mau tak mau selalu tetap menjadi sekutunya. Dengan bantuan mereka, Raja Louis bisa dengan mudah melindungi diri dari kekuasaan-​kekuasaan lain yang lebih besar. Tapi tidak lama setelah Raja Louis berada di Milan, dia malah melakukan yang sebaliknya. Dia membantu Paus Alexander supaya dapat menduduki Romagna. Dia juga tidak menyadari bahwa dengan keputusan ini dia telah melemahkan dirinya, meninggalkan sekutunya dan mereka yang telah menjatuhkan diri ke pangkuannya, dan dia telah membuat Gereja lebih kuat dengan menambahkan banyak kekuatan duniawi, selain kekuatan rohani yang memberinya otoritas yang sangat besar. Setelah melakukan kesalahan pertama ini, dia terpaksa melanjutkan22 dengan menyerbu Italia, untuk mengakhiri ambisi Alexander dan mencegahnya menjadi penguasa Tuscany.23

Raja Louis tidak hanya memperkuat Gereja dan mengasingkan para sekutunya. Tapi karena dia mendambakan Kerajaan Napoli, dia membaginya dengan Raja Spanyol. Kalau sebelumnya dia adalah arbiter di Italia, kini dia membawa mitra sehingga orang-​orang yang ambisius dan tidak puas di wilayah itu mendapat tokoh lain yang dapat mereka mintai bantuan. Padahal dia bisa saja meninggalkan seorang raja pembayar upeti untuk memerintah kerajaan itu, tapi Raja Louis malah menggantinya,24 menobatkan seseorang di sana yang kelak bisa mengusirnya. Hasrat untuk mendapatkan harta memang sangat alami dan wajar, dan jika orang-​orang yang menginginkannya mampu mendapatkan harta itu, mereka akan selalu dipuji dan tidak dikecam. Tapi jika mereka tidak mampu melakukannya, namun ingin menempuh segala cara, di situlah letak kesalahan dan celanya. Jadi, kalau memang Prancis bisa menyerang Napoli dengan pasukannya sendiri, dia seharusnya melakukannya. Jika dia tidak bisa, dia seharusnya tidak membagikannya. Dan jika pembagian Lombardy dengan Venesia layak dimaafkan karena memungkinkan Raja Louis untuk mendapatkan kekuasaan di Italia, pembagian yang lain ini layak dikecam karena tidak dituntut oleh kebutuhan.

Jadi, Raja Louis melakukan lima kesalahan: dia menghapuskan para penguasa yang lemah; dia meningkatkan kekuatan penguasa yang sudah kuat di Italia; dia membawa pihak asing yang sangat kuat ke wilayah itu; dia tidak tinggal di sana; dan dia tidak mendirikan koloni-​koloni di sana. Terlepas dari semua ini, kesalahan-​kesalahan ini (seandainya dia tinggal di sana) mungkin tidak akan merugikannya asalkan dia tidak membuat kesalahan keenam: yaitu menyusutkan kekuasaan orang-​orang Venesia.25 Karena seandainya dia tidak memperkuat Gereja atau membawa Spanyol ke Italia, sangat masuk akal dan memang perlulah untuk menjatuhkan Venesia; tapi setelah membuat keputusan-​keputusan yang pertama itu, dia seharusnya jangan pernah menyetujui kejatuhan Venesia, karena selama penduduk Venesia kuat, mereka akan selalu mencegah pihak lain untuk berusaha merebut Lombardy, kecuali kalau mereka sendiri yang menjadi penguasanya. Pihak lain pun tidak ingin merebut Lombardy dari Prancis untuk diberikan kepada Venesia; dan mereka tidak akan berani menyerang baik Prancis maupun Venesia.

Seandainya seseorang mengatakan bahwa Raja Louis menyerahkan Romagna kepada Alexander dan Kerajaan Napoli ke Spanyol untuk menghindari perang, saya akan menjawab dengan argumen-​argumen yang diajukan di atas: seseorang tidak boleh membiarkan kekacauan berlarut-​larut untuk menghindari perang, karena orang tidak menghindari perang melainkan sebaliknya, menundanya untuk merugikan Anda. Dan jika orang-​orang lain mencoba membuktikan hal itu dengan janji yang dibuat Raja Louis kepada Paus, bertindak demikian demi imbalan pembatalan pernikahannya dan topi kardinal bagi Uskup Agung Rouen,26 saya akan menjawab dalam bagian yang membahas kesetiaan raja dan ‘bagaimana raja menepati janji.’

Jadi, Raja Louis kehilangan Lombardy karena tidak mengikuti salah satu aturan yang dipatuhi oleh orang-​orang lain dalam merebut wilayah dan ingin mempertahankannya. Ini juga bukan hal yang luar biasa, tapi sangat biasa dan sudah bisa diperkirakan. Saya membicarakan hal ini di Nantes27 dengan Kardinal Rouen, ketika Valentino (begitu Cesare Borgia, putra Paus Alexander, biasa dipanggil)28 sedang merebut Romagna. Ketika Kardinal Rouen memberi tahu saya bahwa orang Italia hanya mengerti sedikit tentang peperangan, saya menjawab kepadanya bahwa orang Prancis hanya mengerti sedikit tentang pemerintahan, karena seandainya mereka mengerti, mereka tidak akan mengizinkan Gereja untuk mendapatkan kekuasaan yang sangat banyak. Pengalaman telah menunjukkan bahwa besarnya kekuatan Gereja dan Spanyol di Italia disebabkan oleh Prancis, dan bahwa kehancuran Prancis disebabkan oleh Gereja dan Spanyol. Dari sini seseorang dapat merumuskan aturan umum yang pasti dan jarang gagal: siapa pun yang membuat orang lain menjadi kuat, dia menghancurkan dirinya sendiri, karena kekuatan itu dia hasilkan entah melalui kelicikan atau kekerasan, dan kedua kualitas ini menimbulkan kecurigaan bagi pihak yang telah menjadi kuat itu.


  1. Lorenzo de’ Medici Yang Agung: bukan Lorenzo Yang Agung (1449–92) melainkan Lorenzo, Adipati Urbino (1492–1519).
  2. keagungan yang dijanjikan oleh Nasib: kemunculan pertama konsep kunci nasib dalam Sang Penguasa. Dalam terjemahan ini kata tersebut diawali dengan huruf besar ketika mengacu pada konsep abstrak Nasib, yaitu gagasan yang dipersonifikasikan sebagai Dewi Fortuna. Jika kata tersebut tidak diberi huruf besar dalam terjemahan ini, umumnya ia mengacu pada gagasan yang kurang abstrak atau filosofis.
  3. saya menderita akibat kekejaman Nasib: Machiavelli diasingkan dari kehidupan politik pada 1512 setelah Medici kembali ke tampuk kekuasaan dan rezim republik Piero Soderini (1452–1522) yang dia layani, digulingkan. Selama sisa hidupnya, Machiavelli tidak pernah benar-​benar diizinkan untuk memegang otoritas apa pun selama Medici mengendalikan kota.
  4. bagi Raja Spanyol: pada 1500, dalam Perjanjian rahasia Granada, Raja Ferdinand dari Spanyol setuju dengan Raja Louis XII dari Prancis untuk membagi Kerajaan Napoli, yang kemudian diperintah oleh sepupu Ferdinand, Raja Frederick I dari Aragon.
  5. entah melalui Nasib atau melalui kecakapan: di sini dua konsep terpenting dalam Sang Penguasafortuna dan virt—dihubungkan untuk pertama kalinya. Virt terkait dengan virtus dan vir Latin, dan merupakan kualitas yang jelas maskulin, yang menunjukkan kecerdikan dan keterampilan. Ini jarang dapat diterjemahkan secara akurat dengan mengacu pada asosiasi kata kita saat ini dengan ‘kebajikan’ moral. Seperti stato, fortuna, ordini, dan sejumlah istilah favorit Machiavelli, tidak ada arti tunggal dan otomatis untuk istilah virt. Di sini istilah itu diterjemahkan sebagai ‘kecakapan,’ tapi pembaca dapat mendeteksi nuansa yang benar dari konteksnya.
  6. dalam karya lain: pernyataan ini telah menyebabkan banyak akademisi berasumsi bahwa Discourses on Livy mulai ditulis sebelum Sang Penguasa, karena Buku I Discourses on Livy membahas topik yang sama.
  7. Adipati Ferrara di Italia: Machiavelli sebenarnya mengacu pada dua adipati yang berbeda: Ercole I bertempur dalam Perang Garam melawan Venesia dan berhasil tetap berkuasa, tapi kehilangan wilayah dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 1484; Alfonso I (putra Ercole) diserang pada 1510 oleh Liga Suci, yang diorganisir oleh Paus Julius II, yang juga mengucilkan Alfonso; tapi seperti ayahnya, Alfonso mempertahankan kekuasaannya atas Ferrara.
  8. obat yang keras: kiasan Machiavellian yang terkenal. Dia yakin bahwa penguasa yang cakap dapat diibaratkan sebagai seorang dokter ahli yang mendiagnosis penyakit sebelum menjadi tak tersembuhkan.
  9. cepat pula kehilangannya: Raja Louis XII merebut Milan pada Februari 1499, mendorong Ludovico Sforza ke pengasingan di Jerman, tapi Sforza kembali setahun kemudian, hanya untuk dikhianati oleh pasukan Swiss-​nya pada pertempuran Novara, di mana dia ditangkap pada April 1500.
  10. seluruh dunia: pada 1511 Paus Julius II mengorganisir Liga Suci untuk mengusir Louis XII dari Prancis dari Italia. Anggota Liga termasuk sebagian besar kekuatan Eropa lainnya—tidak hanya Spanyol, Venesia, dan Negara Kepausan tapi juga Henry VIII dari Inggris dan Kaisar Maximilian I dari Jerman. Pada 1512 Louis XII meraih kemenangan besar atas pasukan Liga di Ravenna, tapi terpaksa mundur dari semenanjung Italia.
  11. dan Normandy: Normandia digabungkan ke Prancis pada 1204; Gascony diambil kembali dari Inggris pada 1453; Burgundy bergabung dengan Prancis pada 1477; dan Brittany ditambahkan ke Kerajaan Prancis pada 1491 melalui pernikahan Raja Charles VIII dengan Anne dari Brittany, yang kemudian menikah dengan Raja Louis XII.
  12. Turki di Yunani: Machiavelli umumnya mengacu pada Kekaisaran Ottoman. Yang dimaksud dengan Yunani adalah seluruh Semenanjung Balkan, bukan negara Eropa saat ini. Turki Utsmani melintasi Hellespont pada 1354, dan pada 1453 Mehmed II menaklukkan Konstantinopel, menghancurkan sisa-​sisa terakhir Kekaisaran Bizantium lama. Penaklukan semenanjung Yunani oleh Turki tidak selesai hingga 1461.
  13. ketika orang-orang Aetolia membawa bangsa Romawi ke Yunani: pada 211 SM, bangsa Romawi mendukung koalisi Yunani melawan Phillip V dari Macedonia. Liga Aetolia menentang Liga Achaean, bersekutu dengan Macedonia. Perang pertama dengan Phillip V dimenangkan oleh Liga Aetolia, dan hanya dalam perang kedua yang berakhir dengan kemenangan bangsa Romawi di pertempuran Cynoscephalae (197 SM). Tapi selama perang kedua Liga Aetolia menggeser aliansi dan menjadi sekutu Antiochus III dari Suriah melawan Romawi, sedangkan Liga Achaean, yang dulu bersekutu dengan Phillip V, sekarang berubah sisi dan mendukung Romawi dalam kemenangan yang sukses atas Phillip V.
  14. mereka menjatuhkan Kerajaan Macedonia: dengan kemenangan mereka di pertempuran Cynoscephalae (197 SM).
  15. Antiochus diusir: setelah dikalahkan oleh bangsa Romawi dan sekutunya dalam pertempuran Thermopylae (191 SM) dan Magnesia (190 SM).
  16. penyakit tuberkulosis: Machiavelli mengacu pada bentuk tuberkulosis yang parah sebagai metafora, di mana penguasa sebagai tabib sedangkan krisis politik sebagai penyakit yang membutuhkan diagnosis cepat untuk penyembuhan.
  17. tentang Louis dan bukan tentang Charles: Louis XII, bukan Charles VIII. Louis mempertahankan kekuasaan di Italia dari 1499 hingga 1513, sementara Charles menjalankan kekuasaan di Italia antara 1494 dan 1495.
  18. karena ambisi orang-orang Venesia: dalam Perjanjian Blois (15 April 1499) Prancis menjanjikan Venesia  wilayah Cremona dan Ghiara d’Adda sebagai imbalan atas dukungannya terhadap Kerajaan Milan.
  19. tindakan Raja Charles: invasi Charles ke Italia pada akhirnya memprovokasi aliansi Venesia, Milan, Florence, Napoli, Mantua, dan Spanyol melawan Prancis. Pasukan gabungan mereka bertemu pasukan Charles di pertempuran Fornovo (1495), tapi mereka kehilangan kesempatan untuk menghancurkan pasukan Prancis, membiarkan Charles melarikan diri.
  20. Florence menjadi sekutunya: pada Oktober 1499 Florence bersekutu dengan Charles VIII dengan imbalan dibantu dalam kampanye untuk menaklukkan Pisa.
  21. semuanya bergegas untuk menjadi sekutunya: secara berturut-​turut, Gian Francesco Gonzaga dari Mantua; Ercole I d’Este dari Ferrara; Giovanni II Bentivoglio dari Bologna; Caterina Sforza Riario, Adipati Putri Forlì; Astorre III Manfredi dari Faenza; Pandolfo V Malatesta dari Rimini; Giovanni Sforza dari Pesaro; Giulio Cesare da Verano dari Camerino; dan Jacopo IV d’Appiano dari Piombino.
  22. terpaksa melanjutkan: setelah mendukung Paus Alexander VI dan Cesare Borgia dalam merebut Imola dan Forlì, Louis XII terpaksa menyetujui penaklukan Pesaro, Rimini, Faenza, dan Piombino.
  23. mencegahnya menjadi penguasa Tuscany: wilayah Valdichiana dan kota Arezzo memberontak melawan para penguasa mereka yang merupakan orang-​orang Florence pada Juni 1502, dan tampaknya Cesare Borgia bermaksud menyerang kota Florence juga. Tapi karena Florence adalah sekutu lama Prancis, Louis XII memaksa Borgia untuk mundur: Arezzo direbut kembali dan akhirnya kembali kepada kendali orang-​orang Florence pada Agustus 1502.
  24. Louis malah menggantinya: setelah mengusir Raja Frederick I dari Aragon, Ferdinand II dari Aragon dan V dari Kastilia berbagi kendali atas Kerajaan Napoli dengan sekutu sementaranya Raja Louis, tapi Ferdinand jauh lebih pintar daripada Raja Prancis dan akhirnya mengambil kendali penuh atas Kerajaan Napoli.
  25. menyusutkan kekuasaan orang-orang Venesia: konon ditujukan terhadap Turki Utsmani, Liga Cambrai (1508)—dibentuk oleh Louis XII, Paus Julius II, Ferdinand dari Spanyol, Kaisar Maximilian I, dan sejumlah tokoh kecil—sebenarnya menargetkan Republik Venesia dan wilayah kekuasaannya di daratan Italia. Venesia dikucilkan oleh Paus, dan Prancis mengalahkan pasukan daratnya dalam pertempuran Agnadello (juga dikenal sebagai Vailà) yang membawa bencana pada 1509.
  26. topi kardinal bagi Uskup Agung Rouen: sebagai imbalan atas kelonggaran yang mengizinkan Louis XII menceraikan istrinya Jeanne dan menikahi Anne dari Brittany (janda Charles VIII), serta promosi Georges d’Amboise, Uskup Agung Rouen, ke posisi kardinal, Louis XII setuju untuk membantu Paus Alexander VI dalam rencananya untuk mendapatkan kembali wilayah di Romagna, mempekerjakan putranya Cesare Borgia sebagai komandan militer sang Paus.
  27. di Nantes: Machiavelli bertemu Georges d’Amboise di Nantes antara 25 Oktober dan 4 November 1500, ketika dia mewakili Republik Florence dalam misi diplomatik ke pengadilan Prancis.
  28. Valentino (begitu Cesare Borgia, putra Paus Alexander, biasa dipanggil): pada Agustus 1498, setelah melepaskan gelarnya sebagai Uskup Agung Valencia dan kardinal (kedua jabatan yang dia terima dari ayahnya, Paus Alexander VI), Cesare Borgia menerima gelar Adipati Valentois dari Raja Louis XII, sebuah hadiah untuk membujuk Paus agar menyetujui pembatalan pernikahan Raja Louis dengan istri pertamanya dan pernikahannya kembali dengan janda dari Charles VIII.