Dunia Baru yang Gemilang Bab 1

1

 

Sebuah bangunan kokoh berwarna kelabu yang hanya terdiri dari tiga puluh empat lantai. Di atas pintu masuk utama tertera kata-​kata, PUSAT PENETASAN DAN PENGKONDISIAN LONDON TENGAH, dan pada plang berbentuk perisai tertera semboyan Negara Dunia, KOMUNITAS, IDENTITAS, STABILITAS.

Ruangan besar di lantai dasar itu menghadap ke arah utara. Meski di luar kaca jendela sedang musim panas, meski di dalam ruangan itu sendiri berhawa panas tropis, semburat menyilaukan cahaya tipis yang dingin menerobos lewat jendela, mencari-​cari, mengidam-​idamkan sesosok manekin berjubah, sesosok ilmuwan pucat yang menggigil, tetapi hanya menemukan kaca, nikel, dan porselen yang berkilau suram di laboratorium. Dingin bertemu dingin. Seragam para pekerja berwarna putih, tangan mereka terbungkus sarung tangan karet yang pucat sewarna mayat. Cahaya itu menjadi serupa hantu yang membeku dan tak bernyawa. Hanya dari tabung-​tabung kuning mikroskop-​lah cahaya itu menemukan sejenis zat yang kaya dan hidup, tergeletak di bawah deretan silinder tabung sewarna mentega, garis demi garis yang memukau dalam ceruk panjang di meja kerja.

“Dan ini,” kata Pak Direktur sembari membuka pintu, “adalah Ruang Pembuahan.”

Saat Direktur Penetasan dan Pengkondisian memasuki ruangan, para pekerja sedang menuang tiga ratus Larutan Penyubur, membungkuk di atas peralatan mereka dalam keheningan yang nyaris tanpa desahan, gumaman, maupun siulan tanpa sadar akibat sedang berkonsentrasi penuh. Sekelompok siswa yang baru tiba, masih belia, merona merah muda dan belum berpengalaman, mengikuti di belakang Direktur dengan gugup, agak malu-​malu. Masing-​masing membawa buku tulis yang langsung dicorat-​coret dengan tergesa-​gesa setiap kali laki-​laki hebat itu berbicara. Langsung dari sumber terpercaya. Suatu keistimewaan yang langka. Pak DPP wilayah London Tengah selalu berusaha memandu sendiri siswa barunya berkeliling ke berbagai departemen.

“Supaya kalian memperoleh gambaran umum,” begitulah dia akan menjelaskan kepada mereka. Tentu saja mereka harus memiliki semacam gambaran umum jika ingin melakukan pekerjaan mereka dengan terampil—meski seperlunya, jika mereka ingin menjadi anggota masyarakat yang baik dan bahagia. Karena pengetahuan khususlah, sebagaimana yang diketahui semua orang, yang menghasilkan kebajikan dan kebahagiaan; sedangkan pengetahuan umum pada dasarnya dianggap kejahatan secara intelektual. Bukan para filsuf melainkan tukang ukir dan kolektor prangkolah yang menjadi tulang punggung masyarakat.

“Kelak,” Pak Direktur menambahkan sembari tersenyum ramah dengan nada agak memperingatkan, “kalian akan menangani pekerjaan yang serius. Kalian tidak akan punya waktu untuk mempelajari hal-​hal umum. Sementara itu … ”

Sementara itu, adalah suatu keistimewaan. Disalin ke buku tulis langsung dari sumber terpercaya. Bocah-​bocah itu menulis dengan keranjingan.

Pak Direktur, yang bertubuh tinggi dan agak kurus tapi tegak, masuk ke dalam ruangan. Dia memiliki dagu lancip dan gigi besar yang agak menonjol, yang ketika sedang tidak bicara akan tertutupi oleh bibir tebalnya yang merengut dan kemerah-​merahan. Tua atau masih muda? Tiga puluh? Lima puluh? Lima puluh lima? Sulit menebak umurnya. Lagipula, tak ada yang menanyakannya; pada tahun stabilitas ini, tahun 632 AF,[1] tak akan terlintas di benak siapa pun untuk menanyakan pertanyaan semacam itu.

“Aku akan mulai dari awal,” kata Pak DPP dan para siswa itu semakin bersemangat mencatat setiap katanya ke buku tulis mereka: Mulai dari awal. “Ini,” kata Pak Direktur sembari melambaikan tangannya, “adalah inkubator.” Dia membuka satu pintu sekat lalu menunjukkan kepada mereka rak demi rak berisi tabung reaksi yang bernomor, “Pasokan ovum minggu ini. Disimpan,” jelasnya, “pada suhu normal tubuh manusia; sedangkan gamet jantan,” sembari membuka satu pintu lain, “harus disimpan pada suhu 35 derajat, bukan 37 derajat. Penyimpanan pada suhu normal akan mensterilkan gamet jantan itu.” Domba jantan yang dibungkus theremogene tidak akan menghasilkan anak domba.

Masih bersandar pada inkubator, dia menjelaskan secara ringkas tentang proses pembuahan modern, sementara pensil-​pensil terus menggores cepat memenuhi halaman demi halaman; pertama-​tama, tentu saja, membicarakan tentang pengantar pembedahan—“operasi yang dilakukan secara sukarela demi kebaikan Masyarakat, belum lagi fakta bahwa ini menghasilkan bonus sebesar enam bulan gaji”; dilanjutkan dengan sejumlah penjelasan tentang teknik menjaga agar ovarium yang dibedah tetap hidup dan berkembang secara aktif; lanjut pada perhitungan-​perhitungan dalam menetapkan suhu optimum, salinitas, viskositas; uraian mengenai larutan tempat menyimpan sel telur yang telah dipisah dan matang; dan, memimpin para siswa itu mendekati meja kerja, benar-​benar menunjukkan kepada mereka tentang bagaimana cara mengeluarkan larutan dari tabung reaksi; bagaimana larutan itu dikeluarkan setetes demi setetes ke kaca preparat mikroskop yang telah dihangatkan secara khusus; bagaimana sel telur itu diperiksa abnormalitasnya, dihitung jumlahnya lalu dipindahkan ke sebuah wadah berpori; bagaimana (sekarang dia membawa mereka untuk melihat cara kerjanya) wadah berpori ini direndam dalam larutan hangat serupa kaldu berisi spermatozoa yang berenang bebas—dengan konsentrasi seratus ribu per sentimeter kubik, tegasnya; dan bagaimana, setelah sepuluh menit, wadah itu dikeluarkan dari larutan untuk diperiksa kembali; bagaimana, jika ada sel telur yang belum dibuahi, wadah itu direndam untuk kedua kalinya, dan bila perlu direndam untuk ketiga kalinya; bagaimana ovum yang sudah dibuahi itu dimasukkan kembali ke inkubator; tempat embrio Alfa dan Beta tetap disimpan sampai nantinya dimasukkan ke dalam botol; sedangkan embrio Gamma, Delta, dan Epsilon dikeluarkan lagi, setelah tiga puluh enam jam, untuk menjalani Proses Bokanovsky.

“Proses Bokanovsky,” ulang Pak Direktur, dan para siswa langsung menggarisbawahi kata itu di buku tulis mereka.

Satu sel telur, satu embrio, satu orang dewasa—normalnya seperti itu. Tapi sel telur yang sudah terbokanovskifikasi akan bertunas, akan berkembang biak, akan membelah diri. Antara delapan sampai sembilan puluh enam tunas, dan setiap tunas akan tumbuh menjadi satu embrio yang berbentuk sempurna, dan setiap embrio akan tumbuh menjadi satu orang dewasa seutuhnya. Mengembangbiakkan sembilan puluh enam manusia sementara dulunya cuma satu. Itulah yang disebut kemajuan.

“Pada dasarnya,” Pak DPP menyimpulkan, “bokanovskifikasi terdiri dari serangkaian proses penghambatan pertumbuhan. Kami menghambat pertumbuhan normal dan, secara paradoksal, sel telur itu bereaksi dengan bertunas.”

Bereaksi dengan bertunas. Pensil-​pensil itu sibuk menulis.

Pak Direktur menunjuk. Di atas landasan konveyor yang bergerak sangat lambat, sebuah rak yang berisi penuh tabung reaksi memasuki sebuah kotak logam besar, kemudian datang lagi rak berisi penuh yang lain. Mesin itu berdengung lamat-​lamat. Tabung-​tabung reaksi itu butuh waktu delapan menit untuk melewati mesin itu, kata Pak Direktur kepada para siswa. Hanya sekitar delapan menit saja sel telur mampu bertahan terpapar sinar X yang kuat. Ada beberapa yang mati; sedangkan sisanya, yang paling lemah membelah jadi dua; sebagian besar bertunas jadi empat; ada juga yang sampai delapan; semuanya lalu dikembalikan ke inkubator, tempat tunas-​tunas itu mulai berkembang; dua hari kemudian tiba-​tiba dibekukan, dibekukan dan dihambat pertumbuhannya. Setiap tunas itu nantinya menumbuhkan tunas lagi, dua, empat, delapan tunas; dan setelah menumbuhkan tunas lagi akan diberi alkohol sampai nyaris mati; akibatnya akan berkembang biak lagi dan menumbuhkan tunas-​tunas lagi, setelah itu—karena jika dilakukan proses penghambatan lagi umumnya akan berakibat fatal—akan dibiarkan agar dapat berkembang dengan tenang. Pada saat itu, dari satu sel telur biasanya akan menjadi antara delapan sampai sembilan puluh enam embrio—satu kemajuan alami yang luar biasa, harus kalian akui itu. Kembar identik—tapi tidak hanya dua atau tiga seperti yang terjadi pada masa vivipar dulu, ketika sebuah sel telur kadang membelah diri secara kebetulan; tepatnya belasan, puluhan kembar identik sekaligus.

“Puluhan,” ulang Pak Direktur sembari merentangkan tangannya seolah sedang membagi-​bagikan hadiah. “Puluhan.”

Namun salah satu siswa itu cukup bodoh untuk menanyakan di mana letak keuntungannya.

“Aduh!” Pak Direktur langsung memutar badan menghadap bocah itu. “Tidakkah kau lihat? Tidak bisakah kau melihatnya?” Dia mengangkat sebelah tangannya; ekspresi wajahnya tampak serius. “Proses Bokanovsky merupakan salah satu instrumen utama stabilitas sosial!”

Instrumen utama stabilitas sosial.

Laki-​laki dan perempuan standar; dalam kelompok yang seragam. Satu pabrik kecil seluruhnya ditangani oleh pegawai yang dihasilkan dari satu sel telur yang dibokanovskifikasi.

“Sembilan puluh enam kembar identik menangani sembilan puluh enam mesin identik!” Suara itu nyaris bergetar saking bersemangatnya. “Kalian harusnya paham ini. Untuk pertama kalinya dalam sejarah.” Dia mengutip semboyan semesta itu. “Komunitas, Identitas, Stabilitas.” Kata-​kata yang hebat. “Apabila kita dapat melakukan bokanovskifikasi tak terhingga, maka seluruh persoalan dunia akan teratasi.”

Akan teratasi oleh Gamma standar, Delta serupa, Epsilon seragam. Jutaan kembar identik. Prinsip produksi massal akhirnya diterapkan pada biologi.

“Tapi sayangnya,” Pak Direktur menggeleng-​gelengkan kepala, “kita tak bisa melakukan bokanovskifikasi tak terhingga.”

Sembilan puluh enam sepertinya merupakan batasnya; tujuh puluh dua merupakan rata-​rata yang bagus. Dari ovarium yang sama dan gamet jantan yang sama untuk menghasilkan sebanyak mungkin kembar identik—itulah prestasi terbaik (sayangnya terbaik kedua) yang dapat mereka capai. Bahkan itu pun sangat sulit.

“Karena secara alami butuh waktu tiga puluh tahun bagi dua ratus sel telur untuk mencapai kematangan. Tapi persoalan kita adalah menstabilkan populasi pada saat ini, sekarang juga. Menumbuhkan perlahan-​lahan anak kembar selama seperempat abad—apa gunanya itu?”

Jelas, tidak ada gunanya sama sekali. Tapi Metode Podsnap sudah berhasil mempercepat proses kematangan. Cara ini bisa memastikan setidaknya 150 sel telur matang dalam dua tahun. Pembuahan dan bokanovskifikasi—dengan kata lain, melipatgandakannya tujuh puluh dua kali—dan kau akan mendapatkan rata-​rata hampir sebelas ribu saudara laki-​laki dan perempuan dalam seratus lima puluh kelompok kembar identik, semuanya dalam jangka dua tahun dengan usia yang sama.

“Dan dalam kasus tertentu kita dapat membuat satu ovarium menghasilkan lebih dari lima belas ribu orang dewasa.”

Pak Direktur memanggil seorang pemuda berwajah kemerahan berambut pirang yang kebetulan sedang lewat. “Tn. Foster,” sapanya. Pemuda berwajah kemerahan itu mendekat. “Bisa beri tahu kami catatan rekor untuk satu ovarium, Tn. Foster?”

“16.012 di Pusat ini,” jawab Tn. Foster tanpa ragu-​ragu. Dia berbicara sangat cepat, memiliki mata biru yang riang, dan kelihatannya sangat senang menyebutkan angka-​angka itu. “16.012; dalam 189 kelompok kembar identik. Tapi tentunya,” ocehnya, “di beberapa Pusat di wilayah tropis ada yang menghasilkan jauh lebih banyak. Singapura sering menghasilkan lebih dari 16.500; dan Mombasa benar-​benar pernah mencapai angka 17.000. Tapi jelas-​jelas mereka memiliki keuntungan yang tidak kita miliki. Kalian harus melihat bagaimana ovarium seorang negro bereaksi terhadap hipofisis! Itu cukup mengagumkan, bagi orang yang terbiasa menangani benih orang Eropa. Namun,” lanjutnya sambil tertawa (tapi sorot matanya menunjukkan persaingan dan dagunya terangkat seolah menantang), “kita tetap berniat mengalahkan mereka jika mampu. Aku sedang menangani satu ovarium Delta-​Minus yang luar biasa pada saat ini. Baru berusia delapan belas bulan. Sudah menghasilkan lebih dari 12.700 anak, baik yang sudah dituang ke botol maupun masih dalam bentuk embrio. Dan masih efektif. Kelak kami akan mengalahkan mereka.”

“Itu baru namanya semangat!” seru Pak Direktur, dan menepuk bahu Tn. Foster. “Ikutlah dengan kami, dan beri anak-​anak ini manfaat dari kepakaranmu.”

Tn. Foster tersenyum rendah hati. “Dengan senang hati.” Mereka berjalan lagi.

Di Ruang Pembotolan, berlangsung kesibukan yang harmonis dan teratur. Lembaran-​lembaran peritoneum babi segar yang sudah dipotong menjadi ukuran yang pas muncul dari sebuah lift kecil dari Gudang Penyimpanan Organ yang ada di ruang bawah tanah. Wuusss dan kemudian, klik! pintu palka terangkat membuka; para pelapis botol cukup mengulurkan tangan, mengambil lembaran peritoneum itu, memasukkannya ke dalam botol, meratakannya, dan sebelum botol itu punya waktu untuk bergeser menjauh di atas landasan yang berjalan terus itu, terdengar bunyi wuusss, klik! dan lembaran peritoneum yang baru sudah muncul dari bawah, siap untuk diselipkan ke botol yang lain, begitulah seterusnya jalannya prosesi lambat yang tak berkesudahan di atas landasan berjalan itu.

Di sebelah ruang Pelapisan itu berdiri Matrikulator. Prosesi itu terus berlanjut; satu demi satu, sel telur itu dipindahkan dari tabung reaksi ke wadah yang lebih besar; dengan cekatan membran peritoneum itu diiris, morula itu jatuh pada tempatnya, larutan garam dituang ke dalamnya … dan botol itu sudah bergeser lagi, tiba gilirannya bagi pemberi label. Hereditas, tanggal pembuahan, nomor Kelompok Bokanovsky—detail-​detail yang disalin dari tabung reaksi ke botol itu. Sekarang tidak lagi anonim, sudah diberi nama, diidentifikasi, prosesi itu berjalan terus dengan pelan; melewati sebuah lubang pada dinding, perlahan-​lahan menuju Ruang Penentuan Nasib Sosial.

“Delapan puluh delapan meter kubik indeks kartu,” kata Tn. Foster dengan riang sewaktu mereka masuk.

“Berisi segala informasi yang relevan,” tambah Pak Direktur.

“Diperbarui setiap pagi.”

“Dan diselaraskan setiap sore.”

“Berdasarkan perhitungan-​perhitungan yang sesuai untuk masing-​masing kelompok.”

“Begitu banyak individu, dengan kualitas berbeda,” kata Tn. Foster.

“Didistribusikan dalam kuantitas berbeda.”

“Tingkat Penuangan optimum pada waktu-​waktu tertentu.”

“Penuangan berlebihan akan segera diperbaiki.”

“Segera,” ulang Tn. Foster. “Kalau saja kalian tahu seberapa sering aku harus lembur setelah gempa Jepang yang lalu!” Dia tertawa riang sembari menggeleng-​gelengkan kepala.

“Bagian Penentuan Nasib mengirimkan angka-​angka perhitungan mereka kepada bagian Pembuahan.”

“Lalu bagian Pembuahan mengirimkan embrio yang diminta bagian Penentuan Nasib.”

“Dan botol-​botol itu masuk ke sini untuk ditentukan nasibnya secara rinci.”

“Setelah itu akan dikirim ke Gudang Penyimpanan Embrio.”

“Yaitu tempat yang sebentar lagi akan kita kunjungi.”

Dan Tn. Foster membuka sebuah pintu, lalu memimpin jalan menuruni tangga menuju ruang bawah tanah.

Suhunya masih tropis. Mereka turun menuju keremangan yang makin menggelap. Dua pintu dan sebentang lorong yang berbelok dua kali memastikan bahwa ruang bawah tanah itu kedap dari cahaya benderang.

“Embrio itu seperti klise foto,” ujar Tn. Foster berseloroh sewaktu dia mendorong terbuka pintu kedua. “Mereka hanya tahan terhadap cahaya merah yang temaram.”

Lantas kegelapan menggerahkan yang dituju oleh para siswa di belakang Tn. Foster itu sekarang mulai terlihat dan berwarna lembayung, seperti kegelapan yang timbul akibat menutup mata pada suatu sore musim panas yang cerah. Tingkat demi tingkat barisan rak yang berderet memanjang sampai tampak kecil itu terisi penuh dengan botol-​botol berkilauan merah delima yang tak terhitung banyaknya, dan di sela-​sela deretan merah delima itu bergeraklah sosok-​sosok bercorak merah redup dari laki-​laki dan perempuan yang bermata ungu dan menunjukkan semua gejala lupus. Dengungan dan derakan mesin samar-​samar mengalun di udara.

“Beri tahu ukurannya kepada mereka, Tn. Foster,” kata Pak Direktur yang sepertinya sudah lelah berbicara.

Tn. Foster dengan senang hati memberi mereka ukurannya.

Panjang dua ratus dua puluh meter, lebar dua ratus meter, tinggi sepuluh meter. Dia menunjuk ke atas. Para siswa mendongak melihat ke arah langit-​langit tinggi, seperti ayam yang sedang minum.

Tiga tingkatan rak: galeri lantai dasar, galeri pertama, galeri kedua.

Jaringan rangka-​rangka baja dari galeri demi galeri itu memanjang ke segala arah sampai berangsur-​angsur menghilang dalam kegelapan. Di dekat mereka, tiga sosok merah sedang sibuk menurunkan botol-​botol demijohn dari sebuah eskalator.

Eskalator dari Ruang Penentuan Nasib Sosial.

Setiap botol akan ditempatkan di salah satu dari lima belas rak, setiap rak—meski kau tak bisa melihatnya—merupakan sebuah konveyor yang berjalan dengan kecepatan 33,3 sentimeter per jam. Berjalan delapan meter sehari selama 267 hari. 2136 meter totalnya. Satu kali putaran di galeri lantai dasar, satu kali putaran di galeri pertama, setengah putaran di galeri kedua, dan pada pagi hari ke-​267, terpapar cahaya siang di Ruang Penuangan. Tahap hidup mandiri—demikian sebutannya.

“Namun dalam selang waktu itu,” simpul Tn. Foster, “kami telah melakukan banyak hal kepada mereka. Oh, sangat banyak.” Dia tertawa penuh arti dan penuh kemenangan.

“Itu baru namanya semangat,” kata Pak Direktur sekali lagi. “Mari berkeliling lagi. Beri tahu mereka segalanya, Tn. Foster.”

Tn. Foster memberi tahu mereka segala sesuatunya.

Dia menyampaikan kepada mereka tentang pertumbuhkembangan embrio di lapisan membran peritoneumnya. Meminta mereka mencicipi cairan pengganti darah kaya gizi yang menjadi asupan bagi embrio. Menjelaskan mengapa embrio harus distimulasi dengan placentin dan tiroksin. Memberi tahu mereka tentang ekstraksi korpus luteum. Menunjukkan kepada mereka mulut selang yang sepanjang 2040 meter pertama menyuntikkan hasil ekstraksi itu secara otomatis setiap jarak 12 meter. Menjelaskan pemberian hipofisis yang dosisnya secara bertahap ditingkatkan sepanjang 96 meter terakhir perjalanan embrio itu. Menguraikan sirkulasi pada rahim buatan yang dipasang di setiap botol pada meter ke-​112; menunjukkan kepada mereka wadah cairan pengganti darah, pompa sentrifugal yang menjaga agar larutan itu terus mengalir di sepanjang plasenta dan mengalirkannya menuju filter paru-​paru dan ginjal buatan. Menjelaskan tentang gejala-​gejala embrio yang rentan terjangkit anemia, dan oleh karena itu membutuhkan suplai ekstrak kelenjar dari lambung babi dan hati janin kuda dalam dosis besar.

Menunjukkan kepada mereka mekanisme sederhana yang digunakan untuk mengguncang-​guncang embrio itu setiap jarak dua meter sepanjang delapan meter terakhir supaya embrio itu terbiasa dengan gerakan. Menguraikan bahaya dari yang disebut ‘trauma penuangan,’ dan menjelaskan tindakan pencegahan yang diambil untuk meminimalkan dampak guncangan berbahaya itu dengan pelatihan embrio dalam botol yang sesuai. Menceritakan tentang pemeriksaan jenis kelamin yang dilakukan ketika mendekati meter ke-​200. Menjelaskan sistem pemberian labelnya—tanda T untuk laki-​laki, tanda lingkaran untuk perempuan, dan tanda tanya untuk embrio yang telah ditentukan menjadi perempuan mandul, tinta hitam di atas kertas putih.

“Tentu saja,” ujar Tn. Foster, “dalam kebanyakan kasus, kesuburan malah menyusahkan. Satu ovarium yang subur dari 1.200 yang ada—itu sudah cukup untuk mencapai tujuan kita. Tapi kita ingin memiliki pilihan yang baik. Dan tentunya kita harus memiliki batas aman yang cukup besar. Jadi kami putuskan paling banyak tiga puluh persen dari embrio perempuan untuk berkembang secara normal. Sedangkan embrio perempuan lainnya mendapatkan dosis hormon laki-​laki setiap jarak dua puluh empat meter sepanjang sisa perjalanan mereka. Hasilnya: mereka dituang sebagai perempuan mandul—secara fisik tetap terlihat cukup normal (kecuali,” dia mengakui, “bahwa mereka memiliki sedikit kecenderungan untuk menumbuhkan janggut), tetapi mandul. Pasti mandul. Yang akhirnya membawa kita,” lanjut Tn. Foster, “lepas landas dari bidang kajian yang sebatas meniru proses alami menuju dunia penemuan manusia yang lebih menarik.”

Dia menggosok-​gosok telapak tangannya. Karena tentu saja, mereka tidak puas dengan sekadar menetaskan embrio: kalau cuma begitu, sapi pun bisa melakukannya.

“Kami juga menentukan nasib dan mengkondisikan mereka. Kami menuang para bayi itu sebagai manusia yang sudah terbagi-​bagi dalam kelas sosialnya, sebagai kasta Alfa atau Epsilon, sebagai tukang sampah masa depan atau sebagai … ” Dia hendak mengatakan ‘kontrolir dunia masa depan’ tetapi mengurungkannya, lalu menggantinya dengan, “Direktur Penetasan masa depan.”

Pak DPP menanggapi pujian itu dengan senyuman.

Mereka sedang melewati meter ke-​320 pada Rak 11. Seorang mekanik muda Beta-​Minus sedang sibuk mengutak-​atik pompa cairan pengganti darah dari sebuah botol yang lewat dengan menggunakan obeng dan kunci pas. Dengungan mesin listrik terdengar satu nada lebih rendah setiap kali dia memutar sekrup. Semakin lirih, semakin lirih … Satu putaran terakhir, melihat pengukur putaran mesin, dan selesailah pekerjaannya. Dia bergeser dua langkah dan mulai mengerjakan proses yang sama pada pompa berikutnya.

“Mengurangi jumlah putaran per menit,” Tn. Foster menjelaskan. “Cairan pengganti darah itu mengalir lebih lambat; sehingga akan melewati paru-​paru dengan jangka waktu lebih lama; sehingga akan memberikan lebih sedikit oksigen pada embrio itu. Tak ada yang lebih efektif dari kekurangan oksigen untuk menjaga pertumbuhan sebuah embrio di bawah normal.” Sekali lagi dia menggosok-​gosok telapak tangannya.

“Tetapi apa tujuan menjaga pertumbuhan embrio di bawah normal?” tanya seorang siswa yang lugu.

“Goblok!” hardik Pak Direktur memecah keheningan panjang. “Apa tidak terpikir olehmu kalau embrio seorang Epsilon harus memiliki habitat Epsilon dan juga memiliki sifat-​sifat Epsilon?”

Itu jelas tidak terpikirkan oleh siswa yang bertanya. Dia diliputi kebingungan.

“Semakin rendah kastanya,” kata Tn. Foster, “semakin sedikit oksigennya.” Organ pertama yang terkena dampaknya adalah otak. Kemudian rangka tubuh. Pada kadar oksigen tujuh puluh lima persen dari kadar normal, kau akan dapat kurcaci. Kurang dari tujuh puluh persen, jadi monster tanpa mata.

“Yang sama sekali tak berguna,” simpul Tn. Foster.

Sedangkan (nada bicaranya jadi percaya diri dan bersemangat), seandainya mereka mampu menemukan satu metode untuk mempercepat masa pendewasaan, alangkah hebatnya itu, alangkah bermanfaatnya bagi Masyarakat!

“Pikirkan kuda.”

Mereka memikirkan kuda.

Kuda sudah dewasa pada umur enam tahun; gajah pada umur sepuluh. Sedangkan manusia berumur tiga belas tahun belum matang secara seksual; dan baru tumbuh sempurna pada usia dua puluh. Namun, tentunya, hasil dari pertumbuhan yang lambat ini tak lain adalah kecerdasan manusia.

“Tetapi,” kata Tn. Foster dengan tegas, “kita tidak butuh kecerdasan manusia untuk kasta Epsilon.”

Tidak membutuhkan maka tidak mendapatkannya. Meskipun pikiran Epsilon sudah matang pada usia sepuluh tahun, tetapi tubuh Epsilon baru cocok digunakan bekerja setelah usia delapan belas tahun. Tahun-​tahun panjang menunggu kedewasaan yang sia-​sia dan mahal. Seandainya pertumbuhan fisik bisa dipercepat sampai, katakanlah, secepat pertumbuhan sapi, bayangkan besarnya penghematan yang bisa didapat Masyarakat!

“Sangat besar!” gumam para siswa. Antusiasme Tn. Foster menular.

Penjelasannya menjadi agak teknis; membicarakan tentang abnormalitas sistem endokrin yang membuat pertumbuhan manusia menjadi sangat lambat; mengemukakan dalil tentang mutasi germinal yang menjelaskan hal itu. Bisakah efek mutasi germinal ini dibalik? Bisakah embrio seorang Epsilon dipulihkan, dengan metode yang sesuai, sehingga memiliki pertumbuhan normal anjing dan sapi? Itulah masalahnya. Dan semuanya belum terpecahkan.

Pilkington, di Mombasa, telah berhasil memproduksi individu yang sudah matang secara seksual pada usia empat tahun dan tumbuh sempurna pada usia enam setengah tahun. Satu keberhasilan ilmiah. Tapi secara sosial tidak berguna. Laki-​laki dan perempuan berusia enam tahun yang terlalu goblok bahkan untuk menangani pekerjaan kasta Epsilon. Dan proses ini tidak bisa setengah-​setengah, antara berhasil atau gagal total; antara gagal memodifikasinya sama sekali, atau berhasil memodifikasi penuh. Mereka masih mengusahakan kompromi yang ideal antara orang dewasa berusia dua puluh tahun dan orang dewasa berusia enam tahun. Sejauh ini belum berhasil. Desah Tn. Foster sambil menggelengkan kepala.

Perjalanan menyusuri temaram kemerahan itu membawa mereka mendekati meter ke-​170 di Rak 9. Mulai Rak 9, botol-​botol itu melanjutkan sisa perjalanan mereka dalam semacam terowongan, yang kadang terputus oleh celah-​celah selebar dua sampai tiga meter.

“Pengkondisian panas,” ujar Tn. Foster.

Terowongan panas berselang-​seling dengan terowongan dingin. Hawa dingin diimbuhi dengan kondisi ketidaknyamanan dalam bentuk pancaran sinar-​X yang kuat. Pada waktu dituang nanti, embrio-​embrio itu akan takut pada hawa dingin. Mereka telah ditetapkan untuk beremigrasi ke negeri-​negeri tropis, menjadi penambang, pemintal benang asetat sutra, dan pekerja pabrik baja. Nantinya pikiran mereka akan disetel untuk mendukung penilaian tubuh mereka. “Kami mengkondisikan mereka tumbuh di cuaca panas,” simpul Tn. Foster. “Rekan-​rekan kami di lantai atas akan mengajari mereka untuk menyukai cuaca panas.”

“Dan itulah,” kata Pak Direktur dengan tegas, “rahasia kebahagiaan dan kebajikan—yaitu menerima keadaanmu dengan senang hati. Seluruh pengkondisian ini bertujuan untuk itu: membuat orang menyukai takdir sosial yang sudah ditentukan bagi mereka.”

Di sebuah celah di sela-​sela terowongan, seorang perawat sedang menyuntikkan sebuah jarum suntik panjang dengan hati-​hati ke dalam botol berisi zat kenyal yang lewat di hadapannya. Para siswa dan pembimbing mereka berdiri diam mengamati selama beberapa saat.

“Nah, Lenina,” kata Tn. Foster, setelah gadis itu mencabut jarum suntik dan menegakkan badannya.

Gadis itu berbalik dengan kaget. Orang bisa melihat, meski wajahnya menunjukkan semua gejala lupus dan bermata ungu, bahwa gadis itu luar biasa cantik.

“Henry!” Senyumannya yang kemerahan terpancar ke arah laki-​laki itu—dari sebarisan gigi kemerahan serupa koral.

“Cantik, cantik,” gumam Pak Direktur dan, setelah memberi dua tiga kali tepukan kecil kepada gadis itu, mendapat seulas senyuman yang agak resmi bagi dirinya sendiri.

“Apa yang kau suntikkan tadi?” tanya Tn. Foster menggunakan nada yang sangat profesional.

“Oh, tipus dan penyakit tidur seperti biasanya.”

“Pekerja untuk wilayah tropis mulai diinokulasi pada meter ke-​150,” Tn. Foster menjelaskan kepada para siswa. “Embrio itu masih memiliki insang. Kami mengimunisasi berudu itu agar kelak memiliki kekebalan terhadap penyakit-​penyakit manusia.” Kemudian dia menoleh ke arah Lenina, “Pukul lima kurang sepuluh di atas atap sore ini,” katanya, “seperti biasa.”

“Cantik,” ujar Pak Direktur sekali lagi dan, setelah memberikan tepukan terakhir, pergi mengikuti yang lain.

Pada Rak 10, barisan pekerja pabrik kimia pada masa mendatang sedang dilatih daya tahannya terhadap timah, soda api, tar, klorin. Kelompok pertama dari 250 embrio yang kelak menjadi teknisi pesawat roket baru saja melewati papan tanda meter ke-​1.100 pada Rak 3. Sebuah alat khusus menjaga agar wadah mereka terus berputar. “Untuk meningkatkan keseimbangan tubuh mereka,” Tn. Foster menjelaskan. “Melakukan perbaikan di luar roket yang sedang mengangkasa adalah pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus. Kami kurangi sirkulasi cairan pengganti darahnya ketika mereka dalam posisi tegak, dengan begitu mereka jadi setengah kelaparan, dan menggandakan sirkulasinya ketika mereka dalam posisi terbalik. Mereka belajar mengasosiasikan posisi jungkir balik ini sebagai keadaan yang nyaman; jadinya mereka malah merasa paling nyaman jika berada dalam posisi kepala di bawah.”

“Dan sekarang,” Tn. Foster melanjutkan, “akan kutunjukkan kepada kalian sejumlah pengkondisian yang menarik bagi kelompok Intelektual Alfa Plus. Kami punya banyak sekali di Rak 5. Tingkat Galeri Pertama,” katanya kepada dua siswa yang mulai turun ke lantai dasar.

“Kelompok itu ada di sekitar meter ke-​900,” jelasnya. “Kau tidak dapat melakukan pengkondisian intelektual yang berguna sebelum fetus itu kehilangan ekornya. Ikuti aku.”

Tapi Pak Direktur sudah melihat jam tangannya. “Pukul tiga kurang sepuluh,” katanya. “Rasa-​rasanya tidak cukup waktu untuk melihat embrio intelektual. Kita harus mengunjungi Kamar Bayi sebelum anak-​anak itu bangun dari tidur siang.”

Tn. Foster tampak kecewa. “Setidaknya mampir sebentar di Ruang Penuangan,” pintanya.

“Baiklah kalau begitu.” Pak Direktur tersenyum ramah. “Sebentar saja.”


[1] AF: singkatan dari After Ford (Setelah Ford), sebutan untuk penanggalan tahun dalam novel ini, sama seperti tahun Masehi (M) atau Sebelum Masehi (SM).